Sabtu, 13 Juli 2013

Nuansa Ramdhan Khatulistiwa




Nuansa Ramadhan Khatulistiwa





Permainan meriam karbit ini sudah menjadi tradisi turun temurun yang dimainkan masyarakat tepian Sungai Kapuas dikota Pontianak yang sudah ada sejak dahulu pada awal pemerintahan kerajaan Pontianak hingga sekarang yang menjadi tradisi masyarakat kota Pontianak, untuk memeriahkan suasana Idul Fitri.

Menyambut 1 Syawal menjelang beduk magrib hari terakhir Ramadhan dentuman meriam karbit akan menggema disepanjang sungai Kapuas dikota Khatulistiwa. Suara dentuman meriam yang ada di sepanjang aliran sungai kapuas di kota Pontianak sangat membuat suasana Idul Fitri menjadi sangat meriah.

Sementara itu sekumpulan orang-orang yang menyalakan meriam sangat hingar bingar suara-suara yang dari dentuman meriam, sorak sorai dan gema Takbir berbaur menjadi satu di sepanjang tepian Kapuas yang gemerlap oleh lampu-lampu hiasan panggar meriam yang ada disepanjang sungai Kapuas Pontianak dan cahaya dari api-api dari dari meriam yang berdentum serta percikan kembang api yang yang menghiasi langit disepanjang sungai Kapuas dikota Pontianak Khatulistiwa.

Setiap bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri di tepian Sungai Kapuas akan terlihat pada tiap-tiap gang yang ada di tepian sungai kapuas susuan meriam-meriam yang terbuat batangan pohon kayu balok yang sangat besar baik itu yang sudah tersusun rapi di atas panggar meriam maupun yang masih dalam tahap penyelesaian. Dan mereka bergegas dan berusaha menyelesaikan meriam-meriam itu 1 hari sebelum Idul Fitri dan semua meriam sudah harus naik ke atas panggar meriam. Dan mereka segera menghiasi panggar-panggar meriam, dan apabila ada diselenggarakan Festival Meriam mereka pasti menghiasi meriam-meriam dan panggar meriam mereka seindah mungkin.



Meriam sendiri terbuat dari batang balok pohon kayu bulat besar yang dibelah dengan gergaji mesin atau Chainsaw dan dibuat semacam rongga didalamnya dengan menggunakan kapak. Kemudian kedua belahan batang kayu yang sudah dikeruk dengan kapak dan sudah mendapatkan ukuran lobang atau rongga yang diinginkan dan sesuai dengan ukuran dari balok kayu tersebut, maka setelah itu kedua belahan kayu tersebut ditempelkan potongan karung goni dan disusun dan dipaku secara rapi disetiap bibir dari kedua belahan bagian batang kayu besar yang telah dikeruk dengan kapak tersebut, dan setelah itu disatukan atau ditangkupkan kembali dan ditempelkan lagi dengan menggunakan potongan flat seng Flat seng dan potongan karung goni tersebut berguna untuk mencegah kebocoran dari uap gas karbit saat karbit bereaksi dengan air, supaya tidak ada uap gas karbit yang keluar sedikitpun dari celah sambungan dan setelah itu dibalut atau disimpai dengan rotan, dan dituas dengan kayu supaya lilitan rotan menjadi sangat kencang dan pakem, supaya tidak ada celah sedikitpun dari belahan kayu yang telah disatukan. Setelah meriam itu selesai akan terlihat seperti potongan bambu yang berongga yang sangat besar, seperti bambu raksasa.



Lokasi tempat orang bermain meriam bisa kita jumpai di sepanjang aliran sungai Kapuas mulai dari tepian sungai Kapuas di daerah keraton hingga ke parit mayor. Pemain meriam itu sendiri seperti orang yang sedang berperang dengan lawan kelompok meriam yang ada diseberang sungai, dan sungai Kapuas itu sendiri lebarnya kurang lebih 600 meter, dan mereka saling balas membalas tembakan meriam dan saling sorak, sorak-sorakan itu membuat suasan menjadi sangat meriah.

Isi karbit untuk tiap-tiap meriam sangat bervariasi tergantung dari ukuran diameter dan panjang meriam itu sendiri, untuk meriam terkecil biasanya menggunakan sekitar 2 ons karbit, dan semakin besar dan panjang ukuran meriam maka semakin banyak pula karbit yang digunakan.

Meriam karbit ini tidak bisa di bunyikan didaerah daratan yang padat perumahan atau gedung-gedung, sebab apabila meriam ini dibunyikan didaratan dan padat perumahan dan gedung akan menghancurkan kaca-kaca jendela rumah-rumah penduduk atau kaca-kaca gedung. Oleh sebab itulah meriam-meriam batang pohon kayu ini hanya dibunyikan didaerah aliran sungai Kapuas.



Pada saat momen Ramadhan dan Idul Fitri inilah suasana gotong royong dan kekeluargaan terlihat sangat begitu jelas. Pembuat meriam ini adalah para laki-laki dewasa, bahkan ada juga anak-anak usia 9 hingga 14 tahun yang membantu pekerjaan-pekerjaan yang ringan. Setiap kelompok itu jumlah anggotanya bervariasi dari 15 hingga 30 orang yang mewakili gang atau RT atau gabungan beberapa gang atau RT. Proses pembuatan meriam ini biasanya bisa sangat cepat selesainya apabila dalam gabungan beberapa RT sangat banyak pemudanya dan antusias saling gotong royong membuat meriam. Setiap kelompok biasanya memiliki lima meriam, bahkan ada yang memiliki sampai belasan meriam.

Dari selepas magrib hingga tengah malam umumnya yang bermain meriam-meriam besar ini kebanyakan adalah anak-anak, dan setelah lewat dari tengah malam barulah orang dewasa yang banyak membunyikan meriam-meriam itu.


 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar