Nuansa Ramadhan Khatulistiwa
Permainan
meriam karbit ini sudah menjadi tradisi turun temurun yang dimainkan masyarakat
tepian Sungai Kapuas dikota Pontianak yang sudah ada sejak dahulu pada awal
pemerintahan kerajaan Pontianak hingga sekarang yang menjadi tradisi masyarakat
kota Pontianak, untuk memeriahkan suasana Idul Fitri.
Menyambut
1 Syawal menjelang beduk magrib hari terakhir Ramadhan dentuman meriam karbit
akan menggema disepanjang sungai Kapuas dikota Khatulistiwa. Suara dentuman
meriam yang ada di sepanjang aliran sungai kapuas di kota Pontianak sangat
membuat suasana Idul Fitri menjadi sangat meriah.
Sementara
itu sekumpulan orang-orang yang menyalakan meriam sangat hingar bingar
suara-suara yang dari dentuman meriam, sorak sorai dan gema Takbir berbaur
menjadi satu di sepanjang tepian Kapuas yang gemerlap oleh lampu-lampu hiasan
panggar meriam yang ada disepanjang sungai Kapuas Pontianak dan cahaya dari
api-api dari dari meriam yang berdentum serta percikan kembang api yang yang
menghiasi langit disepanjang sungai Kapuas dikota Pontianak Khatulistiwa.
Setiap
bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri di tepian Sungai Kapuas akan terlihat pada tiap-tiap gang yang ada di tepian sungai kapuas susuan
meriam-meriam yang terbuat batangan pohon kayu balok yang sangat besar baik itu
yang sudah tersusun rapi di atas panggar meriam maupun yang masih dalam tahap
penyelesaian. Dan mereka bergegas dan berusaha menyelesaikan meriam-meriam itu
1 hari sebelum Idul Fitri dan semua meriam sudah harus naik ke atas panggar
meriam. Dan mereka segera menghiasi panggar-panggar meriam, dan apabila ada
diselenggarakan Festival Meriam mereka pasti menghiasi meriam-meriam dan
panggar meriam mereka seindah mungkin.
Meriam
sendiri terbuat dari batang balok pohon kayu bulat besar yang dibelah dengan
gergaji mesin atau Chainsaw dan dibuat semacam rongga didalamnya dengan
menggunakan kapak. Kemudian kedua belahan batang kayu yang sudah dikeruk dengan
kapak dan sudah mendapatkan ukuran lobang atau rongga yang diinginkan dan
sesuai dengan ukuran dari balok kayu tersebut, maka setelah itu kedua belahan
kayu tersebut ditempelkan potongan karung goni dan disusun dan dipaku secara
rapi disetiap bibir dari kedua belahan bagian batang kayu besar yang telah
dikeruk dengan kapak tersebut, dan setelah itu disatukan atau ditangkupkan
kembali dan ditempelkan lagi dengan menggunakan potongan flat seng Flat seng
dan potongan karung goni tersebut berguna untuk mencegah kebocoran dari uap gas
karbit saat karbit bereaksi dengan air, supaya tidak ada uap gas karbit yang
keluar sedikitpun dari celah sambungan dan setelah itu dibalut atau disimpai
dengan rotan, dan dituas dengan kayu supaya lilitan rotan menjadi sangat
kencang dan pakem, supaya tidak ada celah sedikitpun dari belahan kayu yang
telah disatukan. Setelah meriam itu selesai akan terlihat seperti potongan bambu
yang berongga yang sangat besar, seperti bambu raksasa.
Lokasi
tempat orang bermain meriam bisa kita jumpai di sepanjang aliran sungai Kapuas
mulai dari tepian sungai Kapuas di daerah keraton hingga ke parit mayor. Pemain
meriam itu sendiri seperti orang yang sedang berperang dengan lawan kelompok
meriam yang ada diseberang sungai, dan sungai Kapuas itu sendiri lebarnya
kurang lebih 600 meter, dan mereka saling balas membalas tembakan meriam dan
saling sorak, sorak-sorakan itu membuat suasan menjadi sangat meriah.
Isi
karbit untuk tiap-tiap meriam sangat bervariasi tergantung dari ukuran diameter
dan panjang meriam itu sendiri, untuk meriam terkecil biasanya menggunakan
sekitar 2 ons karbit, dan semakin besar dan panjang ukuran meriam maka semakin
banyak pula karbit yang digunakan.
Meriam
karbit ini tidak bisa di bunyikan didaerah daratan yang padat perumahan atau
gedung-gedung, sebab apabila meriam ini dibunyikan didaratan dan padat
perumahan dan gedung akan menghancurkan kaca-kaca jendela rumah-rumah penduduk
atau kaca-kaca gedung. Oleh sebab itulah meriam-meriam batang pohon kayu ini
hanya dibunyikan didaerah aliran sungai Kapuas.
Pada
saat momen Ramadhan dan Idul Fitri inilah suasana gotong royong dan
kekeluargaan terlihat sangat begitu jelas. Pembuat meriam ini adalah para
laki-laki dewasa, bahkan ada juga anak-anak usia 9 hingga 14 tahun yang
membantu pekerjaan-pekerjaan yang ringan. Setiap kelompok itu jumlah anggotanya
bervariasi dari 15 hingga 30 orang yang mewakili gang atau RT atau gabungan
beberapa gang atau RT. Proses pembuatan meriam ini biasanya bisa sangat cepat
selesainya apabila dalam gabungan beberapa RT sangat banyak pemudanya dan
antusias saling gotong royong membuat meriam. Setiap kelompok biasanya memiliki
lima meriam, bahkan ada yang memiliki sampai belasan meriam.
Dari
selepas magrib hingga tengah malam umumnya yang bermain meriam-meriam besar ini
kebanyakan adalah anak-anak, dan setelah lewat dari tengah malam barulah orang
dewasa yang banyak membunyikan meriam-meriam itu.